Selasa

aku terus menggoyang pinggulku Rasanya udah sampai

 aku terus menggoyang pinggulku Rasanya udah sampai  Cerita Dewasa – Sejak saya SMA, saya senantiasa bebrapa tentukan dalam menyukai wanita. Tersebut mungkin saja yang menyebabkan saya tak pernah mendekati seseorang cewek juga di SMA. Walau sebenarnya bisa disebut saya ini bukanlah orang yang beberapa buruk sangat. Beberapa gadis kerap histeris saat lihat saya beraksi di bagian berolahraga, seperti basket, lari dsb. 


Serta banyak surat cinta cewek yg tidak kubalas. Sebab saya tak sukai mereka. Untuk permasalahan pelajaran saya termasuk normal, tidaklah terlalu pandai, namun rekan-rekan memanggilku kutu buku, walau sebenarnya ada banyak yang lebih pandai dari saya, mungkin saja lantaran saya mahir dalam bagian berolahraga serta dalam pelajaran saya tidaklah terlalu bodoh saja pada akhirnya saya disebutkan sekian. 

Saat kelulusan, saya juga masuk kuliah di satu diantara perguruan tinggi di Malang. Disini saya numpang dirumah bibiku. Namanya Dewi. Saya umumnya memanggilnya mbak Dewi, rutinitas dari kecil mungkin saja. Ia tinggal sendirian berbarengan ke-2 anaknya, sejak suaminya wafat saat saya masihlah SMP ia membangun usaha sendiri di kota ini. 

Yakni berbentuk tempat tinggal makan yang lumayan laku, dengan bekal itu ia dapat menghidupi ke-2 anaknya yang masihlah duduk di SD. Saat datang pertama kalinya di Malang, saya telah dijemput gunakan mobilnya. Lumayanlah, perjalanan dengan memakai kereta cukup melelahkan. Pertamanya saya tidak tahu bila itu yaitu mbak Dewi. 

Sebab ia terlihat muda. Saya baru sadar saat saya menelpon ponsel-nya serta dia mengangkatnya. Lantas kami bertegur sapa. Hari itu juga jantungku berdebar. Usianya masihlah 32 namun dia begitu cantik. Rambutnya masihlah panjang terurai, berwajah begitu halus, ia masihlah seperti gadis. Serta didalam mobil itu saya betul-betul berdebar-debar. 

“Capek Dek Iwan? ”, tanyanya. “Iyalah mbak, di kereta duduk selalu dari pagi”, jawabku. “Tapi mbak Dewi masihlah cantik ya? ” Ia ketawa, “Ada-ada saja kamu”. Sepanjang tinggal di tempat tinggalnya mbak Dewi. Saya sedikit untuk sedikit coba akrab serta mengenalnya. Sangat banyak beberapa hal yang dapat saya kenali dari mbak Dewi. Dari kesukaannya, dari pengalaman hidupnya. 

Saya juga jadi dekat dengan anak-anaknya. Saya kerap mengajari mereka pelajaran sekolah. Tidak merasa telah satu semester lebih saya tinggal dirumah ini. Serta mbak Dewi kelihatannya yaitu hanya satu wanita yang menggerakkan hatiku. Saya betul-betul jatuh cinta kepadanya. Namun saya tidak meyakini apakah ia cinta juga kepadaku. Terlebih ia yaitu bibiku sendiri. Malam itu sepi serta hujan diluar sana. Mbak Dewi tengah nonton tv. Saya saksikan ke-2 anaknya telah tidur. 

Saya keluar dari kamar serta ke ruangan depan. Terlihat mbak Dewi asik melihat tv. Waktu itu tengah ada sinetron. “Nggak tidur Wan? ”, tanyanya. “Masih belum ngantuk mbak”, jawabku. Saya duduk di sampingnya. Tak tahu mengapa lagi-lagi dadaku berdebar kencang. Saya bertumpu di sofa, saya tak lihat tv namun lihat mbak Dewi. Ia tidak menyadarinya. Lama kami terdiam. 

“Kamu banyak diam ya”, tuturnya. “Eh.. oh, iya”, kataku kaget. “Mau ngobrolin suatu hal? ”, tanyanya. “Ah, tidak, pingin nemeni mbak Dewi aja”, jawabku. “Ah anda, ada-ada aja” “Serius mbak” “Makasih” “Restorannya bagaimana mbak? Berhasil? ” “Lumayanlah, saat ini dapat waralaba. Banyak karyawannya, masalah kerjaan semua tidak serahin ke general managernya. Mbak setiap saat saja kesana”, tuturnya. “Gimana kuliahmu? ” 

“Ya, demikianlah mbak, lancar saja”, jawabku. Saya membulatkan tekad memegang pundaknya untuk memijat. “Saya pijetin ya mbak, kelihatannya mbak capek”. “Makasih, tidak usah ah” “Nggak ayah koq mbak, hanya dipijit saja, emangnya ingin yang lain? ” Ia tersenyum, “Ya telah, pijitin saja” Saya memijiti pundaknya, punggungnya, dengan pijatan yang halus, sesekali saya meraba ke bahunya. 

Ia menggunakan tshirt ketat. Hingga saya dapat lihat lekukan badan serta tali bh-nya. Dadanya mbak Dewi besar juga. Tercium bau harum parfumnya. “Kamu telah miliki pacar Wan? ”, bertanya mbak Dewi. “Nggak miliki mbak” “Koq dapat tidak miliki, memang tidak ada yang tertarik ama anda? ” 

“Saya saja yang tidak tertarik ama mereka” “Lha koq aneh? Denger dari ibu anda tuturnya anda itu kerap dikirimi surat cinta” “Iya, saat SMA. Bila saat ini saya temukan cinta namun susah mengatakannya” “Masa’? ” “Iya mbak, orangnya cantik, namun telah janda”, saya coba memancing. “Siapa? ” “Mbak Dewi”. Ia ketawa, 

“Ada-ada saja anda ini”. “Aku serius mbak, tidak bohong, pernah mbak tahu saya bohong? ”, Ia diam. “Semenjak saya berjumpa mbak Dewi, jantungku berdetak kencang. Saya tidak tahu apakah itu. Sebab saya tak pernah jatuh cinta terlebih dulu. Sejak itu juga saya menaruh perasaanku, serta terasa nyaman saat ada di samping mbak Dewi. 

Saya tidak tahu apakah itu cinta namun, semakin hari dadaku semakin sesak. Sesak sampai saya tidak dapat memikirkan lagi mbak, rasa-rasanya sakit sekali saat saya mesti membohongi diri bila saya cinta ama mbak”, kataku. “Wan, saya ini bibimu”, tuturnya. “Aku tahu, namun perasaanku tidak pernah berbohong mbak, saya ingin jujur bila saya cinta ama mbak”, kataku sembari memeluknya dari belakang. 

Lama kami terdiam. Mungkin saja jalinan yang kami rasa saat ini mulai canggung. Mbak Dewi coba melepas pelukanku. “Maaf wan, mbak butuh berpikir”, kata mbak Dewi beranjak. Saya juga ditinggal sendirian di ruang itu, tv masihlah menyala. Cukup lama saya ada di ruang tengah, sampai tengah malam kurang lebih. Saya juga mematikan tv serta menuju kamarku.Sayup-sayup aku terdengar suara isak tangis di kamar mbak Dewi. Aku pun mencoba menguping. “Apa yang harus aku lakukan?….Apa…” Aku menunduk, mungkin mbak Dewi kaget setelah pengakuanku tadi. Aku pun masuk kamarku dan tertidur. Malam itu aku bermimpi basah dengan mbak Dewi. Aku bermimpi bercinta dengannya, dan paginya aku dapati celana dalamku basah.

Wah, mimpi yang indah. Paginya, mbak Dewi selesai menyiapkan sarapan. Anak-anaknya sarapan. Aku baru keluar dari kamar mandi. Melihat mereka dari kejauhan. Mbak Dewi tampak mencoba untuk menghindari pandanganku. Kami benar-benar canggung pagi itu. Hari ini nggak ada kuliah. Aku bisa habiskan waktu seharian di rumah. Setelah ganti baju aku keluar kamar.

Tampak mbak Dewi melihat-lihat isi kulkas. “Waduh, wan, bisa minta tolong bantu mbak?”, tanyanya. “Apa mbak?” “Mbak mau belanja, bisa bantu mbak belanja? Sepertinya isi kulkas udah mau habis”,katanya. “OK” “Untuk yang tadi malam, tolong jangan diungkit-ungkit lagi, aku maafin kamu tapi jangan dibicarakan di depan anak-anak”, katanya.

Aku mengangguk. Kami naik mobil mengantarkan anak-anak mbak Dewi sekolah. Lalu kami pergi belanja. Lumayan banyak belanjaan kami. Dan aku menggandeng tangan mbak Dewi. Kami mirip sepasang suami istri, mbak Dewi rasanya nggak menolak ketika tangannya aku gandeng.Mungkin karena barang bawaannya banyak.

Di mobil pun kami diam. Setelah belanja banyak itu kami tak mengucapkan sepatah kata pun. Namun setiap kali aku bilang ke mbak Dewi bahwa perasaanku serius. Hari-hari berlalu. Aku terus bilang ke mbak Dewi bahwa aku cinta dia. Dan hari ini adalah hari ulang tahunnya. Aku membelikan sebuah gaun. Aku memang menyembunyikannya.

Gaun ini sangat mahal, hampir dua bulan uang sakuku habis. Terpaksa nanti aku minta ortu kalau lagi butuh buat kuliah. Saat itu anak-anak mbak Dewi sedang sekolah. Mbak Dewi merenung di sofa. Aku lalu datang kepadanya. Dan memberikan sebuah kotak hadiah. “Apa ini?”, tanyanya. “Kado, mbak Dewikan ulang tahun hari ini”, Ia tertawa. Tampak senyumnya indah hari itu.

Matanya berkaca-kaca ia mencoba menahan air matanya. Ia buka kadonya dan mengambil isinya. Aku memberinya sebuah gaun berwarna hitam yang mewan. “Indah sekali, berapa harganya?”, tanyanya. “Ah nggak usah dipikirkan mbak”, kataku sambil tersenyum. “Ini kulakukan sebagai pembuktian cintaku pada mbak” “Sebentar ya”, katanya. Ia buru-buru masuk kamar sambil membawa gaunnya.

Tak perlu lama, ia sudah keluar dengan memakai baju itu. Ia benar-benar cantik. “Bagaimana wan?”, tanyanya. “Cantik mbak, Superb!!”, kataku sambil mengacungkan jempol. Ia tiba-tiba berlari dan memelukku. Erat sekali, sampai aku bisa merasakan dadanya. “Terima kasih” “Aku cinta kamu mbak”, kataku. Mbak Dewi menatapku. “Aku tahu” Aku memajukan bibirku, dan dalam sekejap bibirku sudah bersentuhan dengan bibirnya.

Inilah first kiss kita. Aku menciumi bibirnya, melumatnya, dan menghisap ludahnya. Lidahku bermain di dalam mulutnya, kami berpanggutan lama sekali. Mbak Dewi mengangkat paha kirinya ke pinggangku, aku menahannya dengan tangan kananku. Ia jatuh ke sofa, aku lalu mengikutinya. “Aku juga cinta kamu wan, dan aku bingung”, katanya.

“Aku juga bingung mbak” Kami berciuman lagi. Mbak Dewi berusaha melepas bajuku, dan tanpa sadar, aku sudah hanya bercelana dalam saja. Penisku yang menegang menyembul keluar dari CD. Aku membuka resleting bajunya, kuturunkan gaunnya, saat itulah aku mendapati dua buah bukit yang ranum. Dadanya benar-benar besar. Kuciumi putingnya, kulumat, kukunyah, kujilati. Aku lalu menurunkan terus hingga ke bawah.

Ha? Nggak ada CD? Jadi tadi mbak Dewi ke kamar ganti baju sambil melepas CD-nya. “Nggak perlu heran Wan, mbak juga ingin ini koq, mungkin inilah saat yang tepat”, katanya. Aku lalu benar-benar menciumi kewanitaannya. Kulumat, kujilat, kuhisap. Aku baru pertama kali melakukannya. Rasanya aneh, tapi aku suka. Aku cinta mbak Dewi. Mbak Dewi meremas rambutku, menjambakku.

Ia menggelinjang. Kuciumi pahanya, betisnya, lalu ke jempol kakinya. Kuemut jempol kakinya. Ia terangsang sekali. Jempol kaki adalah bagian paling sensitif bagi wanita. “Tidak wan, jangan….AAAHH”, mbak Dewi memiawik. “Kenapa mbak?” kataku. Tangannya mencengkram lenganku. Vaginanya basah sekali. Ia memejamkan mata, tampak ia menikmatinya.

“Aku keluar wan” Ia bangkit lalu menurunkan CD-ku. Aku duduk di sofa sambil memperhatikan apa yang dilakukannya. “Gantian sekarang”, katanya sambil tersenyum. Ia memegang penisku, diremas-remas dan dipijat-pijatnya. Oh…aku baru saja merasakan penisku dipijat wanita. Tangan mbak Dewi yang lembut, hangat lalu mengocok penisku.

Penisku makin lama makin panjang dan besar. Mbak Dewi menjulurkan lidahnya. Dia jilati bagian pangkalnya, ujungnya, lalu ia masukkan ujung penisku ke dalam mulutnya. Ia hisap, ia basahi dengan ludahnya. Ohh…sensasinya luar biasa. “Kalau mau keluar, keluar aja nggak apa-apa wan”, kata mbak Dewi. “Nggak mbak, aku ingin keluar di situ aja?”, kataku sambil memegang liang kewanitaannya.

Ia mengerti, lalu aku didorongnya. Aku berbaring, dan ia ada di atasku. Pahanya membuka, dan ia arahkan penisku masuk ke liang itu. Agak seret, mungkin karena memang ia tak pernah bercinta selain dengan suaminya. Masuk, sedikit demi sedikit dan bless….Masuk semuanya. Ia bertumpu dengan sofa, lalu ia gerakkan atas bawah. “Ohh….wan…enak wan…”, katanya.

“Ohhh…mbak…Mbak Dewi…ahhh…”, kataku. Dadanya naik turun. Montok sekali, aku pun meremas-remas dadanya. Lama sekali ruangan ini dipenuhi suara desahan kami dan suara dua daging beradu. Plok…plok..plok..cplok..!! “Waan…mbak keluar lagi…AAAHHHH” Mbak Dewi ambruk di atasku. Dadanya menyentuh dadanku, aku memeluknya erat.

Vaginanya benar-benar menjepitku kencang sekali. Perlu sedikit waktu untuk ia bisa bangkit. Lalu ia berbaring di sofa. “Masukin wan, puaskan dirimu, semprotkan cairanmu ke dalam rahimku. Mbak rela punya anak darimu wan”, katanya. Aku tak menyia-nyiakannya. Aku pun memasukkannya. Kudorong maju mundur, posisi normal ini membuatku makin keenakan.

Aku menindih mbak Dewi, kupeluk ia, dan aku terus menggoyang pinggulku. Rasanya udah sampai di ujung. Aku mau meledak. AAHHHH…. “Oh wan…wan…mbak keluar lagi”, mbak Dewi mencengkram punggungku. Dan aku menembakkan spermaku ke rahimnya, banyak sekali, sperma perjaka.

Vaginanya mbak Dewi mencengkramku erat sekali, aku keenakkan. Kami kelelahan dan tertidur di atas sofa, Aku memeluk mbak Dewi. Siang hari aku terbangun oleh suara HP. Mbak Dewi masih di pelukanku. Mbak Dewi dan aku terbangun. Kami tertawa melihat kejadian lucu ini. Waktu jamnya menjemput anak-anak mbak Dewi sepertinya.

Mbak Dewi menyentuh penisku. “Ini luar biasa, mbak Dewi sampe keluar berkali-kali, Wan, kamu mau jadi suami mbak?” “eh?”, aku kaget. “Sebenarnya, aku dan ibumu itu bukan saudara kandung. Tapi saudara tiri. Panjang ceritanya. Kalau kamu mau, aku rela jadi istrimu, asal kau juga mencintai anak-anakku, dan menjadikan mereka juga sebagai anakmu”, katanya.

Aku lalu memeluknya, “aku bersedia mbak”. Setelah itu entah berapa kali aku mengulanginya dengan mbak Dewi, aku mulai mencoba berbagai gaya. Mbak Dewi sedikit rakus setelah ia menemukan partner sex baru. Ia suka sekali mengoral punyaku, mungkin karena punyaku terlalu tangguh untuk liang kewanitaannya. hehehe…tapi itulah cintaku, aku cinta dia dan dia cinta kepadaku.

Kami akhirnya hidup bahagia, dan aku punya dua anak darinya. Sampai kini pun ia masih seperti dulu, tidak berubah, tetap cantik.

Related Posts

aku terus menggoyang pinggulku Rasanya udah sampai
4/ 5
Oleh

Cewek Bisyar, cerita selingkuh dengan teman kantor, Toket tante, cerita cewek bispak, cerita sex dewasa, cerita sex dokter, cerita sex Tante, cerita setengah baya, cerita toket, ngentot basah.