Senin

Cerita Sex Selingkuh Gairah Ibu Mertua



 Cerita Sex Selingkuh Gairah Ibu Mertua Perkenalkan dahulu namaku Tomy. Telah 1 minggu ini akau ada dirumah sendirian. Istriku, Riris, tengah ditugaskan dari kantor tempatnya bekerja untuk ikuti satu kursus yang dikerjakan di kota beda sepanjang dua minggu. Selalu jelas saja saya jadi kesepian juga rasa-rasanya. Bila ingin tidur rasa-rasanya kok aneh juga, kok sendirian serta sepi, walau sebenarnya umumnya ada istri di sisiku. Memanglah perkimpoian kami belum juga dikaruniai anak. Maklum baru 1 th. jalan. Karna sendirian itu, serta maklum karna otak lelaki, fikirannya jadi kemana saja. 

 Cerita Sex Selingkuh Gairah Ibu Mertua

Saya teringat momen yang saya alami dengan ibu mertuaku. Ibu mertuaku memanglah bukan ibu kandung istriku, karna ibu kandung Riris sudah wafat dunia. Bapak mertuaku lalu kimpoi sekali lagi dengan ibu mertuaku yang saat ini serta kebetulan tidak memiliki anak. Ibu mertuaku ini umurnya sekitaran 40 th., berwajah ayu, serta badannya betul-betul sintal serta padat sesuai sama wanita idamanku. Buah dadanya besar sesuai sama pinggulnya. Demikian pula pantatnya juga bahenol banget. Saya seringkali memikirkan ibu mertuaku itu bila tengah kemampuanng tentu vaginanya membusung ke atas terganjal pantatnya yang besar itu. Hemm, benar-benar menggairahkan. 


Momen itu berlangsung saat malam dua hari sebelumnya hari perkawainanku dengan Riris. Saat itu saya duduk berdua di kamar keluarga sembari membahas persiapan perkimpoianku. Mendadak lampu mati. Dalam kegelapan itu, ibu mertuaku (saat itu masih tetap calon) berdiri, saya fikir juga akan mencari lilin, namun malah ibu mertuaku memeluk serta menciumi pipi serta bibirku dengan lembut serta mesra. Saya kaget serta melongo karna saya tidak menduga sekalipun diciumi oleh calon ibu mertuaku yang cantik itu. 


Hari-hari selanjutnya saya berlaku seperti umum, demikian pula ibu mertuaku. Pada bebrapa waktu saya duduk berdua dengan dia, saya seringkali membulatkan tekad melihat ibu mertuaku lama-lama, serta dia umumnya tersenyum manis serta berkata, “Apaa..?, bebrapa telah, ibu jadi malu”. 


Selalu jelas saja saya sesungguhnya merindukan agar bisa bermesraan dengan ibu mertuaku itu. Saya terkadang sagat terasa bersalah dengan Riris istriku, dan ayahku mertua yang baik hati. Terkadang saya sekian kurang ajar memikirkan ibu mertuaku disetubuhi bapak mertuaku, saya pikirkan kemaluan bapak mertuaku keluar masuk vagina ibu mertuaku, Ooh alangkah…! Namun saya senantiasa menyimpan hormat pada bapak serta ibu mertuaku. Ibu mertuaku juga sayang sama kami, meskipun Riris yaitu anak tirinya.


Pagi-pagi hari berikutnya, aku ditelepon ibu mertuaku, minta agar sore harinya aku dapat mengantarkan ibu menengok famili yang sedang berada di rumah sakit, karena ayah mertuaku sedang pergi ke kota lain untuk urusan bisnis. Aku sih setuju saja. Sore harinya kami jadi pergi ke rumah sakit, dan pulang sudah sehabis maghrib. Seperti biasa aku selalu bersikap sopan dan hormat pada ibu mertuaku.


Dalam perjalan pulang itu, aku memberanikan diri bertanya, “Bu, ngapain sih dulu ibu kok cium Tomy?”.


“Aah, kamu ini kok maih diingat-ingat juga siih”, jawab ibuku sambil memandangku.


“Jelas dong buu…, Kan asyiik”, kataku menggoda.


“Naah, tambah kurang ajar thoo, Ingat Riris lho Tom…, Nanti kedengaran ayahmu juga bisa geger lho Tom”.


“Tapii, sebenarnya kenapa siih bu…, Tomy jadi penasaran lho”.


“Aah, ini anak kok nggak mau diem siih, Tapi eeh…, anu…, Tom, sebenarnya waktu itu, waktu kita jagongan itu, ibu lihat tampangmu itu kok ganteng banget. Hidungmu, bibirmu, matamu yang agak kurang ajar itu kok membuat ibu jadi gemes banget deeh sama kamu. Makanya waktu lampu mati itu, entah setan dari mana, ibu jadi pengin banget menciummu dan merangkulmu. Ibu sebenarnya jadi malu sekali. Ibu macam apa kau ini, masa lihat menantunya sendiri kok blingsatan”.


“Mungkin, setannya ya Tomy ini Bu…, Saat ini setannya itu juga deg-degan kalau lihat ibu mertuanya. Ibu boleh percaya boleh tidak, kadang-kadang kalau Tomy lagi sama Riris, malah bayangin Ibu lho. Bener-bener nih. Sumpah deh. Kalau Ibu pernah bayangin Tomy nggak kalau lagi sama Bapak”, aku semakin berani.


“aah nggak tahu ah…, udaah…, udaah…, nanti kalau keterusan kan nggak baik. Hati-hati setirnya. Nanti kalau nabrak-nabrak dikiranya nyetir sambil pacaran ama ibu mertuanya. Pasti ibu yang disalahin orang, Dikiranya yang tua niih yang ngebet”, katanya.


“Padahal dua-duanya ngebet lo Bu. Buu, maafin Tomy deeh. Tomy jadi pengiin banget sama ibu lho…, Gimana niih, punya Tomy sakit kejepit celana nihh”, aku makin berani.


“Aduuh Toom, jangan gitu dong. Ibu jadi susah nih. Tapi terus terang aja Toom.., Ibu jadi kayak orang jatuh cinta sama kamu.., Kalau udah begini, udah naik begini, ibu jadi pengin ngeloni kamu Tom…, Tom kita cepat pulang saja yaa…, Nanti diterusin dirumah…, Kita pulang ke rumahmu saja sekarang…, Toh lagi kosong khan…, Tapi Tom menggir sebentar Tom, ibu pengen cium kamu di sini”, kata ibu dengan suara bergetar.


ooh aku jadi berdebar-debar sekali. Mungkin terpengaruh juga karena aku sudah satu minggu tidak bersetubuh dengan istriku. Aku jadi nafsu banget. Aku minggir di tempat yang agak gelap. Sebenarnya kaca mobilku juga sudah gelap, sehingga tidak takut ketahuan orang. Aku dan ibu mertuaku berangkulan, berciuman dengan lembut penuh kerinduan. Benar-benar, selama ini kami saling merindukan.


“eehhm…, Toom ibu kangen banget Toom”, bisik ibu mertuaku.


“Tomy juga buu”, bisikku.


“Toom…, udah dulu Tom…, eehmm udah dulu”, napas kami memburu.


“Ayo jalan lagi…, Hati-hati yaa”, kata ibu mertuaku.


“Buu penisku kejepit niih…, Sakit”, kataku.


“iich anak nakal”, Pahaku dicubitnya.


“Okey…, buka dulu ritsluitingnya”, katanya.


Cepat-cepat aku buka celanaku, aku turuni celana dalamku. Woo, langsung berdiri tegang banget. Tangan kiri ibu, aku tuntun untuk memegang penisku.


“Aduuh Toom. Gede banget pelirmu…, Biar ibu pegangin, Ayo jalan. Hati-hati setirnya”.


Aku masukkan persneling satu, dan mobil melaju pulang. Penisku dipegangi ibu mertuaku, jempolnya mengelus-elus kepala penisku dengan lembut. Aduuh, gelii… nikmat sekali. Mobil berjalan tenang, kami berdiam diri, tetapi tangan ibu terus memijat dan mengelus-elus penisku dengan lembut.


Sampai di rumahku, aku turun membuka pintu, dan langsung masuk garasi. Garasi aku tutup kembali. Kami bergandengan tangan masuk ke ruang tamu. Kami duduk di sofa dan berpandangan dengan penuh kerinduan. Suasana begitu hening dan romantis, kami berpelukan lagi, berciuman lagi, makin menggelora. Kami tumpahkan kerinduan kami. Aku ciumi ibu mertuaku dengan penuh nafsu. Aku rogoh buah dadanya yang selalu aku bayangkan, aduuh benar-benar besar dan lembut.


“Buu, Tomy kangen banget buu…, Tomy kangen banget”.


“Aduuh Toom, ibu juga…, Peluklah ibu Tom, peluklah ibu” nafasnya semakin memburu.


Matanya terpejam, aku ciumi matanya, pipinya, aku lumat bibirnya, dan lidahku aku masukkan ke mulutnya. Ibu agak kaget dan membuka matanya. Kemudian dengan serta-merta lidahku disedotnya dengan penuh nafsu.


“Eehhmm.., Tom, ibu belum pernah ciuman seperti ini…, Lagi Tom masukkan lidahmu ke mulut ibu”


Ibu mendorongku pelan, memandangku dengan mesra. Dirangkulnya lagi diriku dan berbisik, “Tom, bawalah Ibu ke kamar…, Enakan di kamar, jangan disini”.


Dengan berangkulan kami masuk ke kamar tengah yang kosong. Aku merasa tidak enak di tempat tidur kami. Aku merasa tidak enak dengan Riris apabila kami memakai tempat tidur di kamar kami.


“Bu kita pakai kamar tengah saja yaa”.


“Okey, Tom. Aku juga nggak enak pakai kamar tidurmu. Lebih bebas di kamar ini”, kata ibu mertuaku penuh pengertian. Aku remas pantatnya yang bahenol.


“iich.., dasar anak nakal”, ibu mertuaku merengut manja.


Kami duduk di tempat tidur, sambil beciuman aku buka pakaian ibu mertuaku. Aku sungguh terpesona dengan kulit ibuku yang putih bersih dan mulus dengan buah dadanya yang besar menggantung indah. Ibu aku rebahkan di tempat tidur. Celana dalamnya aku pelorotkan dan aku pelorotkan dari kakinya yang indah. Sekali lagi aku kagum melihat vagina ibu mertuaku yang tebal dengan bulunya yang tebal keriting. Seperti aku membayangkan selama ini, vagina ibu mertuaku benar menonjol ke atas terganjal pantatnya yang besar. Aku tidak tahan lagi memandang keindahan ibu mertuaku telentang di depanku. Aku buka pakaianku dan penisku sudah benar-benar tegak sempurna. Ibu mertuaku memandangku dengan tanpa berkedip. Kami saling merindukan kebersamaan ini. Aku berbaring miring di samping ibu mertuaku. Aku ciumi, kuraba, kuelus semuanya, dari bibirnya sampai pahanya yang mulus.


Aku remas lembut buah dadanya, kuelus perutnya, vaginanya, klitorisnya aku main-mainkan. Liangnya vaginanya sudah basah. Jariku aku basahi dengan cairan vagina ibu mertuaku, dan aku usapkan lembut di clitorisnya. Ibu menggelinjang keenakan dan mendesis-desis. Sementara peliku dipegang ibu dan dielus-elusnya. Kerinduan kami selama ini sudah mendesak untuk ditumpahkan dan dituntaskan malam ini. Ibu menggeliat-geliat, meremas-remas kepalaku dan rambutku, mengelus punggungku, pantatku, dan akhirnya memegang penisku yang sudah siap sedia masuk ke liang vagina ibu mertuaku.


“Buu, aku kaangen banget buu…, Tomyy kanget banget…, Tomy anak nakal buu..”, bisikku.


“Toom…, ibu juga. sshh…, masukin Toom…, masukin sekarang…, Ibu sudah pengiin banget Toom, Toomm…”, bisik ibuku tersengal-sengal. Aku naik ke atas ibu mertuaku bertelakn pada siku dan lututku.


Tangan kananku mengelus wajahnya, pipinya, hidungnya dan bibir ibu mertuaku. Kami berpandangan. Berpandangan sangat mesra. Penisku dituntunnya masuk ke liang vaginanya yang sudah basah. Ditempelkannya dan digesek-gesekan di bibir vaginanya, di clitorisnya. Tangan kirinya memegang pantatku, menekan turun sedikit dan melepaskan tekanannya memberi komando penisku.


Kaki ibu mertuaku dikangkangnya lebar-lebar, dan aku sudah tidak sabar lagi untuk masuk ke vagina ibu mertuaku. Kepala penisku mulai masuk, makin dalam, makin dalam dan akhirnya masuk semuanya sampai ke pangkalnya. Aku mulai turun naik dengan teratur, keluar masuk, keluar masuk dalam vagina yang basah dan licin. Aduuh enaak, enaak sekali.


“Masukkan separo saja Tom. Keluar-masukkan kepalanya yang besar ini…, Aduuh garis kepalanya enaak sekali”.


Nafsu kami semakin menggelora. Aku semakin cepat, semakin memompa penisku ke vagina ibu mertuaku. “Buu, Tomy masuk semua, masuk semua buu”


“Iyaa Toom, enaak banget. Pelirmu ngganjel banget. Gede banget rasane. Ibu marem banget” kami mendesis-desis, menggeliat-geliat, melenguh penuh kenikmatan. Sementara itu kakinya yang tadi mengangkang sekarang dirapatkan.


Aduuh, vaginanya tebal banget. Aku paling tidak tahan lagi kalau sudah begini. Aku semakin ngotot menyetubuhi ibu mertuaku, mencoblos vagina ibu mertuaku yang licin, yang tebal, yang sempit (karena sudah kontraksi mau puncak). Bunyinya kecepak-kecepok membuat aku semakin bernafsu. Aduuh, aku sudah tidak tahan lagi.


“Buu Tomy mau keluaar buu…, Aduuh buu.., enaak bangeet”.


“ssh…, hiiya Toom, keluariin Toom, keluarin”.


“Ibu juga mau muncaak, mau muncaak…, Toomm, Tomm, Teruss Toomm”, Kami berpagutan kuat-kuat. Napas kami terhenti. Penisku aku tekan kuat-kuat ke dalam vagina ibu mertuaku.


Pangkal penisku berdenyut-denyut. menyemprotlah sudah spermaku ke vagina ibu mertuaku. Kami bersama-sama menikmati puncak persetubuhan kami. Kerinduan, ketegangan kami tumpah sudah. Rasanya lemas sekali. Napas yang tadi hampir terputus semakin menurun.


Aku angkat badanku. Akan aku cabut penisku yang sudah menancap dari dalam liang vaginanya, tetapi ditahan ibu mertuaku.


“Biar di dalam dulu Toom…, Ayo miring, kamu berat sekali. Kamu nekad saja…, masa’ orang ditindih sekuatnya”, katanya sambil memencet hidungku. Kami miring, berhadapan, Ibu mertuaku memencet hidungku lagi, “Dasar anak kurang ajar…, Berani sama ibunya.., Masa ibunya dinaikin, Tapi Toom…, ibu nikmat banget, ‘marem’ banget. Ibu belum pernah merasakan seperti ini”.


“Buu, Tomy juga buu. Mungkin karena curian ini ya buu, bukan miliknya…, Punya bapaknya kok dimakan. Ibu juga, punya anakya kok ya dimakan, diminum”, kataku menggodanya.


“Huush, dasar anak nakal.., Ayo dilepas Toom.., Aduuh berantakan niih Spermamu pada tumpah di sprei, Keringatmu juga basahi tetek ibu niih”.


“Buu, malam ini ibu nggak usah pulang. Aku pengin dikelonin ibu malam ini. Aku pengin diteteki sampai pagi”, kataku.


“Ooh jangan cah bagus…, kalau dituruti Ibu juga penginnya begitu. Tapi tidak boleh begitu. Kalau ketahuan orang bisa geger deeh”, jawab ibuku.


“Tapi buu, Tomy rasanya emoh pisah sama ibu”.


“Hiyya, ibu tahu, tapi kita harus pakai otak dong. Toh, ibu tidak akan kabur.., justru kalau kita tidak hati-hati, semuanya akan bubar deh”.


Kami saling berpegangan tangan, berpandangan dengan mesra, berciuman lagi penuh kelembutan. Tiada kata-kata yang keluar, tidak dapat diwujudkan dalam kata-kata. Kami saling mengasihi, antara ibu dan anak, antara seorang pria dan seorang wanita, kami tulus mengasihi satu sama lain.


Malam itu kami mandi bersama, saling menyabuni, menggosok, meraba dan membelai. Penisku dicuci oleh ibu mertuaku, sampai tegak lagi.


“Sudaah, sudaah, jangan nekad saja. Ayo nanti keburu malam”.


Malam itu sungguh sangat berkesan dalam hidupku. Hari-hari selanjutnya berjalan normal seperti biasanya. Kami saling menjaga diri. Kami menumpahkan kerinduan kami hanya apabila benar-benar aman. Tetapi kami banyak kesempatan untuk sekedar berciuman dan membelai. Kadang-kadang dengan berpandangan mata saja kami sudah menyalurkan kerinduan kami. Kami semakin sabar, semakain dewasa dalam menjaga hubungan cinta-kasih kami.

Related Posts

Cerita Sex Selingkuh Gairah Ibu Mertua
4/ 5
Oleh

Cewek Bisyar, cerita selingkuh dengan teman kantor, Toket tante, cerita cewek bispak, cerita sex dewasa, cerita sex dokter, cerita sex Tante, cerita setengah baya, cerita toket, ngentot basah.