Selasa

Cerita Bokep Saya serta Tante Yani Bergoyang

Cerita Bokep Saya serta Tante Yani Bergoyang – Klop ‘kan? Hasrat yang sama, sama-sama memerlukan, sama-sama memuaskan, dan…. sama-sama menyayangi. Apakah ini yang diberi nama cinta? Ya, apakah kami sama-sama menyukai? Saya memanglah tidak menginginkan kehilangan Tante, namun Tante sendiri bagaimana? Apakah ia membutuhkanku karna menyukai keponakannya ini? Atau karna saya barusan memuaskannya? 




Bagaimana dengan suaminya? Jangan-jangan ia tidak memperoleh kenikmatan dari Oom Ton? Saya menginginkan memperoleh jawaban dari pertanyaan paling akhir ini, namun mana berani saya bertanya segera pada Tante. Ah, itu tidak perlu. Yang perlu, saya saat ini miliki kekasih yang mengagumkan, yang dapat membuatku melayang di puncak kesenangan. 


Capek benar saya malam hari ini. Pikirkan, malam hari ini 2 x saya “bertempur”. Terlebih yang paling akhir barusan, permainan lama yang benar-benar kuras tenagaku. Saya saat ini menginginkan istirahat. 


Masih tetap agak sempoyongan saya bangkit menyatukan bajuku. 


“Mau ke mana To? ” 


“Saya menginginkan tidur, Tante” 


“Sudah tidur sini saja, rekanin Tante” 


“Saya suka sekali Tante, namun besok Oom ‘kan pulang? ” 


“Paling cepat besok siang” Saya memerhatikan Tante yang dengan malas bangkit. Badan wanita ini memanglah mengagumkan. Saya betul-betul mujur memperolehnya. Masih tetap telanjang bulat Tante jalan menuju kamar mandi. Tidak terlepas mataku menatapnya. 


“Kenapa, To” Tante terasa saya tatap demikian. 


“Tante memanglah indah” kataku sembari bertukaran memandang dada serta ‘rambut’ bawahnya. 


“Kamu memanglah nakal. Sudahlah, bersih-bersih dahulu baru kita tidur” 


Didalam kamar tidur Tante yang luas ini ada kamar mandi yang luas juga. Ada dua wastafel cermin lebar, bath-tube, serta tempat untuk mengguyur (douce) yang berpintu kaca agak buram. 


Di bath-tube kami sama-sama bersihkan, Tante menyabun badanku sesaat saya mengguyur badannya, lantas gantian. Ah, mesra sekali. 


Lantas berdua kami tidur berpelukan di bawah selimut yang hangat, tanpa ada baju. Tante yang miliki inspirasi begini. Enak juga. Jam dinding menunjuk saat 11. 32. Dua ronde permainan makan saat nyaris 3 jam. Layak saja saya capek. 


Dengan tergagap saya terbangun. Di mana saya in? Tante masih tetap berada di pelukanku. Kulihat seputar, ah saya tidur di kamar pribadi Oom Ton serta Tante Yani! 


Ada rasa enak dibawah sana. Ooh, Tante tengah asik mengelus-elus penisku yang tegang. Tiap-tiap bangun pagi, tanpa ada dieluspun penisku memanglah tegang. Elusan ini yang membuat saya terbangun. Kulihat jam dinding, jam 05. 17. Ah, telah pagi, saya mesti bersiap. Namun Tante ini.. 


Tante memandangku, tersenyum, seperti umum : manis. 


“Punyamu telah keras, To” Buah dada itu menyembul karna terpepet dadaku. Saya terangsang. 


Segera saja saya capai buah indah itu. Putingnya telah keras. Kami berpagutan. Saya menginginkan tahu kesiapan Tante pagi hari ini, tanganku ke bawah sana. Telah basah rupanya. Mengingat saat, saya menginginkan selekasnya mulai. Tantepun memahami. 


Kembali saya lakukan ‘pertempuran’ panjang melawan Tante. 


Rasa-rasanya jalan ke puncak masih tetap lama. 


Saya percepat “pompaan”ku 


Belum. 


Saya selalu melumat bibir Tante, menghindar “kicauan”nya yang semakin keras, cemas terdengar Mar yang begitu mungkin saja telah bangun. 


Ganti tempat 


Percepat sekali lagi. 


Hampir 


Ganti tempat 


Pada akhirnya, saya semakin percaya seperti yang Tante katakan, kalau saya lelaki tulen, jantan, hebat…. 


Pagi yang melelahkan sekalian menyegarkan……! 


Tante memberi bukti, tidak cuma janji. Kami bersetubuh nyaris setiap hari, terkecuali bila Tante senam. Saat yang dipilihnya yaitu siang hari, saat saya baru pulang sekolah, di kamarku. Ini untuk keamanan. Siang hari yaitu waktu yang paling aman. Waktu Si Mar tengah repot bekerja di belakang, Si Luki bermain dengan pengasuhnya dirumah samping, serta waktu Oom Ton belum juga pulang kantor. Siang hari memberi Tante cukup saat untuk bersihkan diri, menyingkirkan “bekas”. 


Saya jauh dari jemu, seperti yang di kuatirkan Tante. Karna saya benar-benar sangat nikmati jalinan ini. Aspek beda yang membuat saya tidak jemu yaitu kreatifitas Tante. Seperti yang kukemukakan dimuka tulisan ini, ada saja inspirasi Tante untuk membuat surprise untukku tiap-tiap terkait kelamin. Tak tahu itu tempat terkait, atau acara “pembukaan”, penambahan ronde, dan sebagainya yang membuat saya terasa “lain”.


Pernah sekali waktu ketika aku pulang sekolah, ia sudah siap di dipanku memakai selimutku sebatas dada dan tak memakai apa-apa lagi di balik selimut itu. Kejutan yang membuatku “terbakar”.


Lain kali lagi ia memintaku “masuk” dari belakang. Bertumpu pada lututnya ia ‘nungging’, aku bermain sambil memegangi pantatnya yang bahenol itu.


Saat yang lain lagi, kami ‘bertempur’ di atas meja belajarku. Ia duduk di pinggiran meja membuka kaki, aku ‘masuk’ sambil tetap berdiri.


Pernah juga di kursi belajarku. Aku duduk di kursi yang dirapatkan ke dinding, ia duduk di atas pahaku berhadapan. Dengan posisi begini ia bebas “memilih” posisi tusukan kelaminku di vaginanya. Posisi atau gaya apapun, yang jelas membuat kami berdua menuju puncak bersamaan atau hampir berbarengan.


Kejutan yang susah kulupakan serta merupakan pengalaman baru bagiku adalah seperti yang akan kuceritakan di bawah ini.


Seperti yang sudah-sudah, pulang sekolah setelah ganti baju, aku langsung menemui Tante meminta “jatah” bersetubuh. Aku sebut jatah karena kalau malam hari Tante bukan milikku lagi, tapi jatah suaminya.


Siang itu ruang tengah sepi, Tante mungkin ada di kamarnya, kulihat pintunya sedikit terbuka. Aku ingin masuk ke kamarnya, kali ini aku ingin main di kamarnya, karena sejak “semalam 3 ronde” itu aku tak pernah lagi making love di kamar itu, selalu di kamarku. Kuperiksa keadaan sekeliling dulu. Aman.


Aku masuk kamarnya. Tante mengenakan kimono sedang mengikat rambutnya. Kukunci pintu, kupeluk Tante dari belakang, menggerayangi. Tak ada apa-apa lagi di balik kimono itu.


“Hhmmmmm..sebentar ya ‘yang, Tante mau mandi dulu”


“Engga usah mandi juga Tante tetap wangi” kataku terus menjelajahi tubuhnya.


“Entar biar segar. Sabar dulu ya..” Aku menghentikan aksiku.


“Saya ikut mandi Tante” kataku bercanda.


“Ayolah, kita mandi bareng” Tak kusangka Tante menganggapnya serius. Ayo, kalau begitu.


Aku langsung bertelanjang, menuntun Tante memasuku kamar mandi. Tante membuka kimononya, bertelanjang bulat juga, masuk ke ruang douce. Tak bosan-bosannya aku memandangi tubuh indah ini, padahal hampir tiap siang aku menggumulinya.


“Ayo, To” ajaknya.


“Kita main di sini Tante ?” nakalku timbul.


“Hush, sekarang kita mandi dulu, kapan-kapan bolehlah”


Tanganku yang bersabun menggosoki dadanya. Di bagian putting sengaja kutekan-tekan. Tante juga menggosok dadaku dengan sabun. Lalu perutnya, dan ke bawah lagi. Tangan Tante juga ke bawah. Diusapnya dengan sabun ‘rambut’ bawahku, kemudian dipegangnya batang kelaminku, digosok juga. Karuan saja batang itu membesar.


“Hiiiiii, bangunnya cepet bener” Aku menikmati gosokannya. Tante benar-benar teliti, semua bagian dari alat vitalku itu dibersihkan dengan sabun lalu diguyur. Enak.


Aku ikut-ikutan. Seluruh bagian kelaminnya aku bersihkan. Kalau aku lagi menggosok “pintu” kelaminnya, kulihat mata Tante merem-melek keenakan.


Selesai mengeringkan badan aku langsung menubruk Tante.


“Heee, jangan disini To, ingat dong” Oh ya. Siang begini terkadang si Luki suka masuk ke kamar, tentu diikuti si Tinah. Berbahaya.


Aku berpakaian, hanya pakaian luar saja, pakaian dalam aku bawa, menyingkat waktu.


“Hiiiii, lucu.” kata Tante mengomentari tonjolan di celanaku. Tantepun hanya memakai daster, tanpa pakaian dalam.


Aku masuk kamarku duluan, langsung berbugil. Sejurus kemudian Tante menyusul, juga langsung bertelanjang bulat. Kami langsung bersatu, saling raba dan saling pagut. Kali ini mungkin tak ada kejutan yang dibuat Tante. Atau ya itu tadi, mandi dulu sebelum main. Betul juga kata Tante, lebih segar.


Aku meringkik kegelian ketika Tante menciumi pusarku. Ini mungkin kejutannya, tak biasanya Tante begitu.


Tapi, Tante terus ke bawah menciumi ‘rambut’ku. Lebih kaget lagi, tangannya menggenggam kelaminku dan mulai menciumi barang yang sudah mengeras itu! Bukan main! Geli-geli nikmat. Bahkan..


“Aaaaaaaahhhh” aku mengerang ketika kepala penisku dimasukkan ke mulutnya!


Luar biasa nikmatnya. Ini rupanya mengapa Tante begitu teliti membersihkan kelaminku waktu mandi tadi.


“Tante…”


Tante seolah tak mendengar panggilanku, terus saja asyik melahap barangku. Tante sanggup memasukkan barang itu hingga separohnya. Sewaktu di dalam, jelas kurasakan lidah Tante ikut bermain menggelitiki penisku. Woooow sedapnya tak terkira .!


Sungguh ini pengalaman baru bagiku. Nikmatnya terasa lain. Entah apa yang dirasakan oleh Tante. Kok mau-maunya ia melakukan ini. Aku sih keenakan. Aku perhatikan bagaimana ia sibuk mengeluarkan-memasukkan penisku, kepalanya naik-turun berirama.


“Aaaahhhhhhh…hhmmmmmmmm…ssssshhhhhhhh..sed ap, .. Tante., …Tante..pintar .sekali…” celotehku menahan nikmat. Bagaimana nanti kalau aku tak mampu menahan diri ? Masa aku menyemprotkan spermaku ke mulut Tante ? Ah, bagaimana nanti saja, yang penting sekarang….sedaaaaaaaaaap.


Tiba-tiba Tante melepas “makanan”nya, disapunya barangku dengan kain dasternya yang tergeletak di dipan. Aku merasa kehilangan sesuatu. Dikeringkan. Lalu…dikulum lagi…! Nikmaaaaat..


Dilepaskannya lagi, barangkali mau dilap lagi. Ternyata tidak, badannya digeser sehingga kaki Tante berpindah ke arah kepalaku.


“To, .. ayo cium, To..”katanya terengah. Sejenak aku bengong tak mengerti permintaannya.


“Kamu cium ini…” katanya kemudian sambil menunjuk ke selangkangannya. Okey, Tante, toh aku sudah sering mencium ‘rambut-rambut’ halusmu itu. Aku mulai mencium.


“Ke bawah lagi, dong To..” Ke bawah ? berarti disitunya ? Hal baru, kenapa tidak ?


Kucium tonjolan kecil yang sudah keras itu. Asin rasanya.


“Aaaaaaaahhhhhhhh, sedap To, terus…”


Kini lidahku yang menyapu-nyapu pintu dan tonjolan tadi


“Yaaaahhh. yaaaaaa…begitu enak…” katanya sambil mulutnya menyergap lagi batang kelaminku.


Ada cairan yang asin rasanya.


Di kemudian hari aku baru tahu bahwa yang sedang aku dan Tante lakukan sekarang ini namanya “posisi 69″


Dalam mengulum ini Tante pintar sekali, banyak variasinya. Keluar-masuk, kadang menyedot-nyedot, bermain lidah, sesekali menggigit (aku langsung teriak).


Akupun diajarinya bermain. Menggelitik ‘lubang’ dengan lidahku, menggigit kelentitnya (pelan, tentu saja), menyapu bibirku ke “bibir”nya.


Asyik juga bermain seperti ini. Masing-masing sibuk, masing-masing merasakan nikmatnya.


Entah sudah berapa lama kami bermain begini. Untung saja aku berhasil menahan diri untuk tidak keluar. Aku sekarang memiliki ketrampilan baru untuk mengontrol diri, mengatur diri kapan saatnya ‘keluar’. Kalau tidak, masa aku menyiram mulut Tante dengan maniku.


Sampai akhirnya….


“Ayo, To….sekarang.To….”


Aku memutar tubuhku, sementara Tante rebah terlentang membuka kakinya, siap menerima tusukanku.


Aku masuk dengan gemas.


Tante menerima dengan antusias.


Untuk kesekian kalinya kami saling menggenjot.


Bersama menuju puncak.


Berbarengan menggelepar.


Sudah itu


Sama-sama lemas


Sama-sama puas.


Oh, betapa bahagianya aku.


Kebutuhan lahir dan batin terpenuhi.


Kurang apa lagi ?


***


Tak ada yang kurang pada diri Tante. Cantik, putih, tubuh bagus, permainan di tempat tidur luar biasa, dan kreatif. Kreativitas Tante tercermin dari cara bersetubuh. Ada saja yang dilakukannya yang membuatku merasa bersetubuh dengan orang baru. Selalu ada hal baru dalam setiap permainannya. Sejak Tante memperkenalkan “posisi 69″, aku selalu minta dikulum penisku sebagai acara pembukaan. Tante juga amat menikmati permainan lidahku di vaginannya.


Seperti biasa sepulang sekolah aku mendekati Tante untuk melaksanakan ‘tugas’ rutin, bersetubuh.


Aku sudah membuka resleting celanaku, mengeluarkan penisku yang tegang di dekat Tante yang sedang duduk di tepi ranjang, masih berpakaian lengkap, di kamar Tante yang sudah kukunci. Yah, semacam pemberitahuan bahwa aku sudah siap. Tapi tante menyambut dengan dingin, tak seperti biasanya. Ia hanya mengelus-elus. Ketika dengan kurang ajar aku mendekatkan kelaminku ke mulutnya, ia hanya mengecup lembut kepalanya, tidak dikulum seperti biasanya, paling-paling hanya menggenggam.


“Tante engga bisa sekarang, To”


“Kenapa Tante ?”


“Tante lagi …itu..”


“Lagi apa, Tante ?”


“Lagi mens.”


“Mens ? Apa itu Tante ?”


“Kamu engga tahu ?”


“Bener, Tante. Saya sungguh engga tahu” Memang aku tidak tahu.


“Begini, setiap bulan wanita yang sudah dewasa mengalami masa menstruasi. Wanita yang normal pasti mengalami”


Lalu Tante memberiku kuliah tentang menstruasi itu. Bahkan ditunjukkannya kepadaku celana dalamnya yang berbalut itu.


“Kalau begitu, besok saja ya, Tante” pertanyaan bodoh memang.


“Engga bisa To. Masa mens biasanya sekitar seminggu. Tapi kalau Tante sekitar 4 – 5 hari.”


Wah, menunggu 4 – 5 hari, mana tahan ?


“Tapi Tante, saya ingin …”


“Engga, To. Sabar aja ya, yang…”


Aduh, pusing juga aku, keinginan sudah sampai ke kepala.


“Bagaimana kalau begini saja Tante..” Kataku sambil menempelkan penisku ke bibir Tante, minta dikulum.


“Engga bisa juga, To. Itu namanya kamu egois. Kamu bisa puas, tapi kalau Tante terangsang, gimana ?” Benar juga kata Tante.


“Maafkan saya, Tante. Saya sungguh-sungguh belum tahu” kataku sambil memeluknya dengan mesra.


“Engga apa-apa, To. Tante maklum”


Dimasukkannya penisku, celana dalamku dibetulkan letaknya, lalu ditutupnya resleting celanaku. Mesra sekali.


“Awas, ya. Jangan cari sasaran lain” katanya.


Kucium kedua belah pipi Tante, dengan mesra juga.


“Engga dong, Tante. Emangnya apaan.”


Ternyata ada yang belum aku ketahui tentang wanita


Sekarang masalahku, mana bisa aku menunggu 4 – 5 hari tanpa bersetubuh, setelah hampir tiap hari menikmati.


Pulang sekolah agak kaget aku mendapati Tante duduk di sofa, membaca. Kucium pipinya.


“Engga senam, ‘yang ?”


“Engga, lagi banyak-banyaknya”


“Apanya yang banyak ?”


“Ah, kamu. Ya mens-nya” Aku mengerti. Tapi berarti hilang juga kesempatanku siang ini menyatroni mBak Mar. Paling tidak aku harus menunggu 2 hari lagi, jadwal senam Tante berikutnya, atau menunggu sampai Tante “bersih”.


Malamnya, terkantuk-kantuk aku menunggu Oom Ton dan Tante masuk kamar. Pukul 10.15 mereka masih asyik menonton TV. Aku masuk kamar duluan, gelisah. Setengah jam berikutnya kudengar TV dimatikan, lampu tengah juga, lalu kudengar suara pintu ditutup dan dikunci.


***


Sengaja aku datang ke sekolah lebih pagi. Hari in ada ulangan Fisika dan aku merasa belum siap. Di rumah aku tak bisa konsentrasi belajar, ingatanku ke Tante melulu. Apalagi sekarang udah beberapa hari aku tak bersetubuh, pusing aku, mana bisa belajar di rumah. Pagi ini kesempatan terakhirku untuk belajar Fisika menghadapi ulangan nanti. Belum banyak kawan yang datang, cuma ada Tono, Edi dan Rika yang lagi ngrumpi. Dito belum nongol. Aku ambil bangku paling belakang, mojok, lalu mencoba berkonsentrasi. Lumayanlah dalam setengah jam aku bisa memecahkan soal-soal yang kuperkirakan akan keluar nanti. Juga beberapa rumus sempat “masuk’ ke otakku, sampai seseorang datang menghampiriku dengan senyuman yang amat manis. Yuli memang manis, apalagi kalau senyum. Masih ingat dengan Yuli, pembaca ? Yuli teman sekelasku yang kugambarkan badannya biasa-biasa saja, dadanya menonjol wajar dan wajahnya manis. Akhir-akhir ini kami makin akrab, sebatas dalam pelajaran lho! Sering saling meminjam buku catatan, diskusi soal-soal PR, atau cuma ngomongin guru-guru. Makin dekat kurasakan Yuli makin menarik, dadanya makin menonjol aja. Aku sudah berada di pelukan Tante sih, jadi aku kurang memperhatikan Yuli. Entah ini hanya ge-er saja, kulihat Yuli begitu ceria kalau berdekatan denganku.


“Rajin bener. belajar Fisika ya..?” tegurnya sambil duduk di sebelah kananku.


“Ah engga. Justru karena aku males, baru sempet belajar sekarang” sahutku


“Pinjam catatan Matematiknya dong Tar”


“Matematik ? Kan entar ulangan Fisika”


“Iyyaa. Tapi kemarin gua engga sempet nyatet jawaban soal kemarin”


Aku ulurkan buku Matematik, sambil memgang tangannya. Yuli membiarkan tanganku meremas tangannya, meskipun kemudian dia tarik tangannya, without any words. Tanda “penerimaan”. Tangannya halus bener .. Lalu dia dengan serius memelototi catatanku itu. Anak ini memang serius banget kalau belajar. Mataku tak lepas memperhatikannya. Dia mungkin tahu aku melihatnya, tapi pura-pura tidak tahu. Ah .. Ini dia. Di sela-sela kancing bajunya, aku sempat “mencuri” keindahan sebelah buah yang tumbuh di dadanya. Hanya sedikit sih, tapi cukup membuatku “berdiri”. Apalagi daging itu terlihat sedikit naik-turun seirama tarikan nafasnya. Ah seandainya ..khayalanku melayang tinggi. Kuperiksa keadaan sekeliling. Masih sepi, memang masih pagi sih. Hanya ada 2 kawan yang tadi, lagi asyik menulis. Sekaranglah waktunya! Toh 2 teman tadi menghadap ke depan kelas, tak akan melihat bila aku “menggarap” Yuli.


Segera saja tangan kananku merangkul bahu Yuli. Tak ada reaksi. Aksi kuteruskan dengan memegang dagu dan menariknya. Mata Yuli sedikit membelalak, agak kaget mungkin, tapi tak ada tanda-tanda penolakan. Ah. bibir merah membasah yang menggairahkan. Kucium bibirnya. Dan … Yuli membalas ganas ciumanku..!


Tanganku mulai membuka kancing baju putih itu, lalu empat jariku menyusup ke balik BH-nya. Halus, padat, dan lumayan besar. Aku meremas. Yuli melenguh. Jariku mencari-cari putingnya. Mengeras. Tangannya kepangkuanku. Meremas juga. Sambil masih berciuman, aku melirik dua temanku tadi, mereka masih tak acuh sibuk sendiri. Aman!


Bibirku menelusuri lehernya yang licin, terus kebawah. Kancing bajunya sudah terbuka semuanya. Kulepas baju seragamnya, lalu kudorong Yuli hingga rebah di bangku sekolah!


Aku menindihnya hingga tubuh kami “lenyap” dari pandangan teman-teman tadi kalau mereka menengok ke belakang. Kuciumi habis-habisan kedua bukit perawan itu. Aku yakin bukit kembar ini belum tersentuh oleh “pendaki” manapun. Keras, dan padat. Aku tak sanggup menahan lagi. Walaupun pakaianku masih lengkap nempel di badan, tapi meriamku sudah nongol tegak dari rits celana, siap. Kusingkap rok abu-abu itu jauh-jauh ke atas. Kupelorotkan celana dalam krem-nya…


Amboi … bulu-bulu halus, merata di seluruh permukaan kewanitaanya.. Luar biasa.. Masa aku kerjain di sini, di kelas ? Biar saja. Kalau nanti ketangkap basah gimana ? Peduli amat. Kalau sudah begini, mana bisa “delay”, apalagi “cancel”. Lagi pula Yuli sudah merintih-rintih sambil membuka pahanya agak lebar. We got the point no return!


Mulai sekarang ? Ya, tunggu apa lagi. BH-nya masih nempel. Biar saja, tak ada waktu lagi. Kutempatkan penisku ke “tempat yang layak”. Menyapu-nyapu sebentar di seputar pintu-basahnya, lalu mulai menusuk.


“Uuuuhhhhhh ..” Yuli melenguh.


Mentok. Padahal baru “kepala”ku yang tenggelam. Tusuk lagi dengan menambah tekanan.


“Aaaahhhhh .pelan ..pelan ..sakiiit…” Desahnya pelan dan terbata-bata.


Buset! Susah bener. Vagina yang satu ini sempit benar. Apa betul, Yuli masih perawan .? Mungkin juga. Sebab biasanya kalau sama Tante Yani tusukan begini sudah mampu mencapai “dasar”.


Aku tusuk lagi lebih kuat, bahkan sekuat tenagaku. Dan …..


“Heh! ngelamun aja!”kudengar suara agak membentak. Suara Yuli!


Aku tersadar.


Aku kembali ke alam nyata.


Kembali dari lamunan nakal.


Lamunan bersetubuh dengan gadis yang duduk di sebelahku ini.


Gadis yang baru saja mengagetanku!


Ah.sialan. Kenapa aku begini ?


Gara-gara mengintip sedikit buah Yuli, aku jadi melayang..


***


Hari berikutnya aku kurang beruntung. Tante ada di rumah mengajakku ngobrol. Hanya ngobrol. Sayang sekali tubuh molek ini belum bisa “dipakai”. Sembulan dada bagian atas Tante dan sedikit belahannya cukup membuatku kepingin.


“Tante…” panggilku dengan suara serak”


“Hmm ?”


“Saya pengin, Tante”


“Kamu itu, engga sabaran, engga pernah puas”


“Bukan begitu, Tante. Saya puas, puas sekali. Cuma ketagihan, habis enak sih. Udah biasa setiap hari…”


“Sabar, dong” katanya sambil menggenggam selangkanganku.


“Eh, udah keras..” katanya lagi.


“Iya, Tante. Saya siap setiap saat” kataku meniru iklan


“Dasar…….! Dua hari lagi”


“Lama bener..”


Besok siangnya lagi, ada kejutan baru untukku. Tidak bersetubuh sih, tapi menyenangkan.


Tante sedang duduk di sofa menyulam. Begitu datang aku langsung menyingkirkan kain sulamannya, lalu kucium pipi dan kemudian bibirnya. Aku langsung tahu bahwa dibalik gaun merah jambu, warna kesukaannya, Tante tak memakai BH.


“Mandi dulu sana, To”


“Udah bisa, Tante ?” tanyaku cerah.


“Ih, kesitu aja pikiranmu. Belum, belum bersih” jawabnya sambil menuntun tanganku ke bawah perutnya. Masih ada pembalut di sana.


“Jadi, gimana dong Tante” kuremas dadanya yang tak berkutang.


“Pokoknya kamu mandi dulu”


Aku mandi dan mengganti baju dengan penuh harap, barangkali ada kreativitas baru dari Tante.


Aku keluar kamar. Ini dia kejutannya. Tante masih duduk di situ, hanya kancing gaunnya telah dibuka sampai perut, mempertontonkan sepasang buah dada yang mengagumkan. Luar biasa. Berani benar Tante ini, bertelanjang dada di ruang tengah. Jelas belum bisa bersetubuh, tapi kelakuan Tante ini menandakan ada permainan apa lagi nih.


Langsung saja kuserbu buah dada itu.


“Eeeeehhhhmmmmmm” Dengan gemasnya aku mengacak-acak buah indah itu dengan mulut dan tanganku.


Belum puas aku bermain dengan dada, Tante mendorongku sampai aku berdiri di depannya. Lalu.Tante membuka kancing jeans-ku!


“Tante… Si Mar nanti…..”


“Engga ada, lagi pergi…”


Dibukanya resleting celanaku, diturunkannya celana dalamku, lalu dikeluarkannya penisku yang langsung tegang, digenggam pangkalnya, terus diciumi ‘kepala’-nya, lalu masuk mulutnya!


Ooooohhh, nikmat sekali permainan baru ini. Suasana baru. Bayangkan. Di ruang tengah, berdua masih berpakaian, aku hanya mengeluarkan kelaminku, Tante mengulumnya dengan bertelanjang dada! Oh, indahnya dunia ini.


“Ooohhhhhhhhh, Tante, …sedaaaaappp.”


Kepala Tante bergerak maju-mundur, sangat perlahan. Terasa sekali bibirnya menjepit dan bergerak menelusuri permukaan penisku.


“Tante..Tante…enaaaaaaaak, Tante..”


Tante terus saja. Tanganku dituntun ke buah dadanya. Aku sampai lupa diri tak berbuat apa-apa pada Tante. Habis sedap sekali sih!


Kedua tanganku meremasi sepasang buah kenyal itu. Tante terus bekerja. Geli, Tante…!


Ya, geli. Aku hampir ke puncak. Entah mengapa kali ini aku cepat mendaki. Mungkin karena pintarnya bibir dan lidah Tante merayapi permukaan kulit kelaminku, atau karena suasana yang aneh ini.


Aku tak mampu menahan lebih lama lagi.


Tante rupanya tahu kalau aku hampir sampai, ia mempercepat gerakannya. Bagaimana kalau keluar, aku tak tega kalau sampai menumpahi mulut Tante dengan spermaku.


Segera..ya..segera sampai….


Dilepasnya kulumannya, tangannya yang memegang sapu tangan secepat kilat menutupi kelaminku dan digenggam.


“Aaaaaaaaaahhhhhh” sambil berteriak aku muncrat. Sedaaaaaaap.


Tante meremas.


Muncrat lagi, enak, meremas lagi, muncrat, nikmat, remas, sedap, muncrat, remas….


Beberapa detik aku terbang, kakiku goyah, lalu mendarat ditubuh Tante. Kucium mulutnya. Masih ada muncratan lagi, tertampung di saputangan. Ada lagi, makin sedikit…..


Beberapa saat aku masih menubruk Tante, ia masih menggenggam dengan saputangan.


“Terima kasih, Tante…”


“Enak, To ?”


“Sedaaaaaaap, Tante. Tapi lebih nikmat ke sini…” jawabku sambil memegang benda yang masih berpembalut itu.


“Masih pusing ?”


“Hilang, Tante. Lepas sudah…” Keteganganku memang lepas.


“Tante sendiri, gimana dong, Tante ?”


“Engga apa-apa. Ini ‘kan cuma membantu kamu”


Kupeluk lagi Tante lebih erat. Aku makin sayang saja sama Tanteku ini.


“Terima kasih, Tante. Tarto makin sayang sama Tante” kataku jujur.


“Sudah, cuci dulu sana. Ih, banyaknya….”


“Iya, habis sudah tiga hari engga keluar.”.


***


Sejak peristiwa ‘penguluman di ruang tengah’ kemarin itu aku jadi makin berani ‘kurang ajar’ kepada Tante. Seperti siang ini. Waktu Tante sedang duduk membaca di ruang tengah, aku mendekatinya dari belakang dengan kelaminku sudah kukeluarkan, terjulur kutempelkan di pipi Tante.


“He, ngawur kamu.!” Tante kaget. Ditariknya punyaku.


“Aauuu” aku teriak.


“Masukkin, engga aman!”


“Iya Tante, saya tahu. Cuma bercanda”


Di hari berikutnya Tante membalas.


Sewaktu aku sedang makan siang sendiri, Tante mendekatiku, sangat dekat sehingga perutnya hanya berjarak beberapa senti dari pipiku. Kucium bawah perutnya. Lalu Tante meraih tanganku, dimasukkan ke balik gaunnya, langsung vaginanya terpegang. Tak ada celana dalam di balik gaun Tante.


“Sudah bersih, Tante ?”


“Sudah..”


Kuangkat gaun itu sehingga ‘rambut’ yang menggemaskan itu nampak. Aku langsung tegang, berarti siang ini bisa. Aku langsung berdiri meninggalkan makanku, memeluknya.


“Tunggu dulu” kata Tante sambil mendorongku terduduk kembali.


“Kali ini Oommu dulu, ya..” Katanya sambil meninggalkanku masuk ke kamarnya. Kurang ajar! Oom Ton ada di kamar. Seharusnya aku tahu, mobilnya ada di garasi. Tante masih sempat melihatku sambil tersenyum, sebelum ia mengunci kamar.


Aku makin tegang ketika setengah jam kemudian lamat-lamat mendengar suara erangan Tante dari kamar..


Aku masuk kamar, tak tahan di situ.


Tante sudah selesai mens-nya, seharusnya siang ini ia milikku. Tapi Oom Ton merebutnya. Merebut ? Memang Oom Ton pemilik sah.


Aku gagal mencoba berkonsentrasi membaca Fisika, besok ulangan. Bayangan Tante disetubuhi suaminya yang muncul. Ah, sialan..


Setelah mencoba menyadari posisiku, aku jadi agak tenang. Aku ‘kan hanya kemenakannya yang dibantu, lahir dan batin, kenapa musti sewot ? Kelaminku mulai surut.


Tapi itu tak lama.


Tiba-tiba Tante masuk, langsung mengunci pintu kamarku. Disodorkan buah dadanya ke mulutku. Buah itu masih berkeringat, juga wajahnya. Tak peduli. Aku serbu dada itu, masih duduk di kursi belajarku. Kelaminku langsung membesar lagi. Tante dengan tergopoh-gopoh membuka resleting celanaku, mengeluarkan isinya yang sudah keras menjulang. Ia melangkah naik ke pahaku. Mengarahkan kelaminku ke vaginanya, dan….blessss aku langsung masuk…! Gila! Tanpa pemanasan dulu Tante langsung main. Di kursi lagi. Untung aku cepat siap. Jadilah kami ‘berkudaan’ di kursi. Tante semangat sekali nampaknya. Dengan posisi berpangku berhadapan ia di atas, Tante leluasa mengeksplorasi penisku. Aku lebih pasif. Hanya kadang-kadang saja menusuk, soalnya berat, harus mengangkat tubuhnya dengan pinggulku.


Edan! Setengah jam yang lalu aku mendengar Tante mengerang di kamarnya bersama Oom Ton, sekarang ia berkudaan denganku, sementara suaminya (mungkin) sedang pulas di kamar sebelah!


Seakan ia tak ada puasnya. Atau jangan-jangan ia belum puas dengan suaminya lantas melanjutkan di sini ? Hanya Tante yang tahu. Betapa trampilnya ia menggenjot. Vaginanya begitu menjepit dan mengurut penisku, berulang-ulang. Begitu rupa ia menstimulasi kelaminku, membuat aku cepat naik. Geli sekali. Makin cepat dia, makin geli aku. Tiba-tiba tangannya mencekram kepalaku kuat sekali. Tubuhnya bergetar hebat, mengejang. Di dalam sana berdenyut-denyut. Bahuku digigitnya. Getaran tubuhnya makin hebat, lalu mendadak berhenti menggenjot. Mengerang. Tante sedang melayang di puncak..


Akupun hampir sampai. Aku sekarang yang menggenjot. Tante teriak. Vaginanya menjepitku teratur menandakan Tante telah orgasme. Aku tak peduli, sebab aku belum, cuma hampir sampai, terus menggenjot. Tante masih mencekeram erat, secara pasif mengikuti gerakan tusukanku yang naik-turun, lalu…akupun mengejang, melepas. Heran, Tante mengerang lagi, seharusnya aku yang teriak. Tante ikut menikmati ejakulasiku.


Sejurus kemudian kami diam, masih berpelukan, Tante belum mencabut. Hanya nafas kami berdua yang masih berkejaran.


“Tante hebat…” aku membuka percakapan


“Apanya yang hebat, justru kamu yang hebat. Tante tadi ‘kan duluan”


“Ah, kita hampir bersamaan kok tadi”


“Jadi apa maksudmu hebat”


“Tante bisa dua kali berturutan”


“Ooh itu, engga juga sih..”


“Tadi saya mendengar, waktu Tante sama Oom”


“Ah, masa.?”


“Iya, Tante mengerang, saya jadi ngiri.”


“Kan kamu dapat juga”


“Itulah makanya Tante bisa dua kali”


“Kamu juga bisa dua kali, waktu malam itu.”


“Iya, tapi ‘kan ada jarak waktu”


“Sebenarnya Tante tadi cuma sekali”


“Yang benar, Tante. Barusan Tante ‘kan sampai puncak..”


“Iya. Cuma itu. Sama kamu”


“Tadi sama Oom..” aku mulai menyelidik tentan hubungan Oom dan Tanteku ini.


Tante diam saja.


“Kok diam, Tante” aku benar-benar ingin tahu.


“Ini kan masalah Tante dengan Oom-mu, rahasia dong”


“Please, Tante, cerita dong. Tante kan isteri ku juga” buah dadanya kucium, putingnya masih keras.


“Kamu engga usah tahu”


“Ayolah, Tante”


Tante diam lagi agak lama. Lalu….


“Sama Oommu Tante belum sampai …..” Kaget juga aku. Jadi, tak berhasil orgasme dengan suaminya lalu melanjutkan denganku.


“Ah masa, Tante”


“Itulah kenyataannya, To. Oom-mu engga bisa memuaskan Tante”


Mungkin inilah sebabnya, Tante tiap siang tak menolak aku setubuhi, bahkan menikmati.


“Pantesan……”


“Pantesan apa ?” tanya Tante


“Tadi Tante langsung masuk, engga pemanasan dulu”


“Tante tadi senewen, To. Ada rasa menggantung, ada yang harus dituntaskan”


“Untung saya tadi udah siap”


“Sory ya To…”


“Engga apa-apa, Tante. Saya tadi juga puas. Cuma lebih nikmat kalau pemanasan dulu”


“Kamu harus mulai terbiasa begini, To. Seperti yang Tante bilang dulu, Tante butuh kamu. Jangan kaget kalau tiba-tiba Tante pengin. Tante harus mencapai orgasme. Kalau tidak Tante bisa gila..”


“Saya siap, Tante, Betul. Kapanpun Tante butuh saya, silakan saja Tante. Saya juga menikmatinya, Tante. Tanpa pemanasanpun saya engga apa-apa. Tadi saya bilang begitu, itu hanya akan lebih nikmat kalau dengan pemanasan. Kalau tidakpun engga apa-apa”


Related Posts

Cerita Bokep Saya serta Tante Yani Bergoyang
4/ 5
Oleh

Cewek Bisyar, cerita selingkuh dengan teman kantor, Toket tante, cerita cewek bispak, cerita sex dewasa, cerita sex dokter, cerita sex Tante, cerita setengah baya, cerita toket, ngentot basah.